KATA
PENGANTAR
Puji syukur
atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya telah menyelesaikan tugas ini dengan
lancar dan sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh bapak Drs.Aswin selaku guru Sejarah.
Tugas makalah
ini merupakan salah satu tugas di bidang mata pelajaran Sejarah kami yang bertujuan untuk memperoleh
informasi tentang
“G30S/PKI”. Makalah ini berisikan tentang
informasi Pemberontakan G 30S/PKI yang terjadi pada masa PKI merajalela di
Indonesia dan usaha penumpasannya. Diharapkan
Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pemberontakan PKI ini.
Dengan terselesaikannya tugas makalah saya ini, maka saya berharap telah
memenuhi tugas Sejarah
dan mendapatkan
nilai yang baik. Serta bermanfaat bagi teman-teman
sekalian. Saya menyadari bahwa
Makalah ini masih
jauh darisempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.
Kotabumi, 4 September 2013
Reci Adhya Fiscarina
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR……................................................................................
2. DAFTAR
ISI…………………………………………………………………....
3. BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………
·
Latar
belakang……………………………………………………………
·
Rumusan
masalah……………………………………………….............
·
Tujuan
penulisan…………………………………………………………
4. BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………......
·
Peristiwa
G30S/PKI………………………………………………….......
·
Pelaksanaan
G30S/PKI………………………………………………......
·
Penumpasan
G30S/PKI…………………………………………………..
5. BAB III
PENUTUP……………………………………………………………..
·
Kesimpulan…………………………………………………………….....
6. DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………...
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang
berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI
AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia
yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan
pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi
pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI
AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di kenal dengan peristiwa
G30S/PKI.
B. Rumusan
masalah
1. Apa
sebab terjadinya G30S/PKI?
2. Bagaimana
proses terjadinya peristiwa G30S/PKI?
3. Bagaimana
proses Penumpasan G 30S/PKI?
4. Bagaimana
Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk
mengetahui sebab terjadinya G30S/PKI.
2. Untuk
mengetahui proses pelaksanaan G30S/PKI dan proses penumpasan G30S/PKI.
3. Untuk
menambah pengetahuan dan wawasan para siswa tentang G30S/PKI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peristiwa G30S/PKI
PERISTIWA G30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa
pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di
Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban
berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak
laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya
laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang
berazaskan kepada pancasila dan UUD 1945.
Sebab-sebab G30S/PKI
a. PKI merupakan partai terbesar di
Indonesia
Dengan
melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik anggota cukup
besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah mencapai 3,5 juta. Hal ini
membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI melakukan beberapa cara untuk
mengembangkan diri, antara lain :
-
Melakukan gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapaganda-prapaganda
menyesatkan.
-
Melakukan gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
-
Membentukan pekerja intensif dikalangan ABRI.
-
Menyusup ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan organisasi PKI.
-
Mendekati Presiden Soekarno.
b. Politik luar negeri Indonesia
yang lebih condong pada blok timur
Pada masa demokrasi terpimpin,
indonesia menganut politik NEFO, sehingga PKI dapat memperoleh dukungan dari
Cina dan Unisoviet.
c. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama,
Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat
memperkuat kedudukannya di Indonesia, sehingga PKI memiliki kekuatan yang
sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.
Sejarah singkat pemberontakan PKI
PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs)
adalah sebuah konflik kekerasan atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur
bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan
diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September
1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan
didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama
peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah
disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde
Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu terjadi
penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil
maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai
peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi
peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian
pelaku Orde Lama).
Tawaran bantuan dari Belanda
Pada awal konflik Madiun, pemerintah
Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut,
namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan
militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan
situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata
Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap,
tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah
cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang membina
kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan sosialis. Selain
tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia
(PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi
Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang
ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N.
Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan kemudian juga dari kalangan militer
dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol
Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade
X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi
Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten
Untung Samsuri.
Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno,
Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11
Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di
pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan
pasukan bergabung dengan Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr.
Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.
Aksi saling menculik dan membunuh
mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang
memulai. Banyak perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren
di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.
Tanggal 10 September 1948, mobil
Gubernur Jawa Timur RM Ario Soerjo (RM Suryo) dan mobil 2 perwira polisi
dicegat massa pengikut PKI di Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya
dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik
dan dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang
melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang
namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun
Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah
petinggi Pemerintah RI saat itu, termasuk Wakil Presiden/Perdana Menteri
Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan
Partai Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS
yang mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila ada
satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya
akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu
domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi komunis di seluruh
dunia.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno
dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan kepada seluruh rakyat
Indonesia, untuk memilih: Musso-Amir Syarifuddin atau Soekarno-Hatta. Maka
pecahlah konflik bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs
(Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde Baru terutama di buku-buku pelajaran
sejarah kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI Madiun.
B.
Pelaksanaan
G30S/PKI
PELAKSANAAN
G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa
orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal
istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin
oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen
Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.Tahunya Aidit
akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan
PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah
Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi
Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria
yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri
dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10
kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada
namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara
para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA,
melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar
Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi
sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk
membersihkannya. Keributan antara PKI dan islam (tidak hanya NU, tapi juga
dengan Persis dan Muhammadiya) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat
di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga
terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai
bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini
membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September
tersebut).
Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan
September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para
petinggi Angkatan Darat tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.
Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap
dan membawa mereka untuk diadili. Namun secara tak terduga, dalam operasi
penangkapan tersebut para jenderal tersebut terbunuh.
Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama
duta besar Inggris untuk Indonesia, Andrew Gilchrist. Beredar hampir bersamaan
waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini oleh beberapa pihak dianggap
pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, dokumen ini
menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa
perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika
Serikat juga dituduh memberi daftar nama anggota PKI kepada tentara untuk
"ditindaklanjuti".
Isu Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto
saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan
Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh
tersebut adalah:
-
Letjen
TNI Ahmad Yani
(Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
-
Mayjen
TNI Raden Suprapto
(Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
-
Mayjen
TNI Mas Tirtodarmo Haryono
(Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
-
Mayjen
TNI Siswondo Parman
(Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
-
Brigjen
TNI Donald Issac Panjaitan
(Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
-
Brigjen
TNI Sutoyo Siswomiharjo
(Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat
dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution
dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha
pembunuhan tersebut. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi
korban:
-
Bripka
Karel Satsuin Tubun
(Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J.Leimena)
-
Kolonel
Katamso Darmokusumo
(Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
-
Letkol
Sugiyanto Mangunwiyoto
(Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian
dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang
Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira
TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu
studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di
Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan
30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal”
yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya
“Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta,
PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem
072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta).
Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh
karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1
Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan
Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke
Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada
tanggal 6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan
nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya
untuk penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera
menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung
"pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata.
C.
Penumpasan G30S/PKI
PENUMPASAN G30S/PKI
1965 Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI,
atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai
kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang
lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan
diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober),
Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang
dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan
500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang.
Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam
bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara,
kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti
barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan
massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa
Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di
tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat". Pada akhir
1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI
telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di
kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu
militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang
terketahui dan melakukan pembantaian keji.
Peringatan
Monumen Pancasila
Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30
September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari
berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa
pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga
ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal
30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera
di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga
di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi
bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang
dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober
2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan
terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara
yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun
tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia,
acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi,
Murad Aidit, Haryo Sasongko, Sasuke, dan Putmainah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan
yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari
para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan
Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan
kepada pancasila dan UUD 1945. Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi
di Indonesia telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik
masyarakat Indonesia yaitu Dampak politik dan Dampak Ekonomi. Setelah
supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi.
Kepemimpinan Soekarno kehilangan supermasinya. MPRS kemudian meminta Presiden
Soekarno untuk mempertanggung jawabkan hasil pemerintahannya, terutama
berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno
memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang
menyangkut peristiwa G30S/PKI.
DAFTAR PUSTAKA
· Drs.
C.T.R.Kansil,SH. 1992. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta
:Erlangga
MAKALAH SEJARAH
GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI
Reci
Adhya Fiscarina
XII
IPA 1
trimakasih atas makalah nya saya ijin copy,
BalasHapusizin copy,btw mengganggu tulisan wrn ungunya kalo mau copy
BalasHapustapi bagus sih,terus berkarya yahh
Masukkan komentar Anda...bagus terus berkarya lohh
BalasHapus